Thursday, August 13, 2009

It takes two to tango

(gambar dari dclip.fundraw.com)


Gua percaya bahwa segala sesuatu sudah direncanakan Tuhan untuk membentuk diri gua supaya lebih sempurna.
Gak terasa sudah lama gua menjalin hubungan dengan Ndy, dan hubungan itu pun semakin lama semakin spesial.
Kami sadar bahwa hubungan ini hanyalah proses untuk membentuk keluarga yang takut akan Tuhan, dan bisa memuliakan Dia.
Namun rupanya Tuhan masih harus membentuk kepribadian kami, komitmen kami dan motivasi kami.

Bisa dibilang udah tiba waktunya untuk kami meresmikan hubungan ini ke jenjang pernikahan, kami pun mulai ngobrol2 seputar pernikahan, mulai dari bagaimana pestanya, akan tinggal di mana, bagaimana mendidik anak, semua kami obrolkan. Namun ada satu yang kurang dan malah jadi penghambat kerinduan kami.

Gua yang sifatnya selalu think ahead akhirnya malah tidak melibatkan Ndy dalam perencanaan, motivasi gua yang gak pengen Ndy susah ternyata kurang baik. Gua mulai menghitung-hitung biaya yang diperlukan, terutama soal tempat tinggal. Beberapa alternatif muncul, mulai dari punya rumah sendiri, ngontrak, ngekos atau numpang di rumah ortu. Tapi selama gua menghitung-hitung, alternatif yang paling bisa dilakukan adalah numpang di rumah ortu. Pada saat gua ceritain perhitungan gua ke Ndy, dia menolak karena keinginan dia mempunyai rumah sebelum nikah, jadinya kami selalu saling mempertahankan pendapat kami.

Hingga 2 hari kemarin gua sadar bahwa apa yang gua lakuin tidak tepat, gua kurang melibatkan Ndy dalam perencanaan. Gua minta maaf ke Ndy karena kekurangan gua ini, minta maaf karena apa yang harusnya dilakukan berdua malah dilakukan sendiri. Gua sadar bahwa apa yang gua lakukan selama ini seolah menempatkan diri Ndy sebagai gelas kristal yang rapuh dan mudah pecah, selalu harus diberi kondisi yang nyaman.

Kemarin Ndy baru nunjukin isi hatinya dia lewat tulisan, selama ini Ndy memang kurang pandai kalo bicara, beda ama gua yang harus nuntasin sesuatu dengan bicara. Lewat tulisan itu gua dicerahkan kembali, Ndy rupanya telah berubah karena pertemuan kita. Sekarang Ndy sudah lebih dewasa, kekurangan dirinya sedikit demi sedikit berubah jadi kelebihan. Dalam tulisan itu, salah satunya bicara tentang Ndy yang mau naek motor ujan2an dengan gua, panas2an dengan gua.... itu bukti bahwa Ndy mau diajak hidup keluar dari zona nyaman.

Jadi sekarang, kami mulai merencanakan bersama-sama, mulai dibahas dari nol. Secara materi kami memang gak punya banyak, ada kondisi tertentu dari keluarga kami, tapi satu hal yang kami imani bahwa kami punya Tuhan yang menyertai kami. Kami mau sepakat berdoa minta sama Bapa di Surga supaya Dia mencukupkan kebutuhan anak-anakNya ini.

Ndy juga mengingatkan gua tentang bagaimana luar biasanya Tuhan itu, contohnya lewat peristiwa sakitnya adik Ndy. Biaya yang dibutuhkan selama perawatan sekitar 5 juta. Lalu dengan luar biasanya, pada hari-hari terakhir ada kerabat yang jarang ketemu bahkan udah terkenal dengan sifatnya yang pelit malah memberi bantuan pas 5 juta. Gua juga kembali bersyukur karena selama ini Tuhan selalu mencukupkan kebutuhan gua, lalu ngapain lagi musti kuatir tentang pernikahan, pasti Dia cukupkan.

Yang terngiang di kepala gua adalah ... Percaya Penuh kepada Tuhan. Jangan mengandalkan kekuatan diri sendiri. Semua yang kita punya berasal dari Dia yang empunya semesta ini. Kalau memang Tuhan menghendaki kami berdua untuk menjadi keluarga, pasti Dia berikan apa yang menjadi kebutuhan kami, lewat cara apapun bahkan cara yang tak terpikirkan oleh kami.

Let's tango!